ANALISIS NOVEL ANGKATAN 2000-an
“NEGERI 5 MENARA”
KARYA AHMAD FUADI
OLEH
NAFISSA HAAQUE
A. SINOPSIS
NOVEL “NEGERI 5 MENARA” KARYA AHMAD FUADI
Alif Fikri
berasal dari Maninjau, Bukittinggi, Sumatra barat, adalah seorang anak
laki-laki desa yang sangat pintar. Ia dan teman baiknya Randai memiliki mimpi
yang sama yaitu masuk ke SMA terbaik di Bukittinggi dan melanjutkan studi di
ITB, universitas yang bergengsi itu. Selama ini Alif bersekolah di madrasah
atau sekolah agama Islam. Alif merasa sudah cukup menerima ajaran Islam dan
ingin menikmati masa remajanya seperti anak-anak remaja lainnya di SMA. Dengan
berbekal nilai ujian yang lumayan bagus membuatnya merasa akan
terbuka kesempatan untuk Amak (ibu) memperbolehkannya untuk masuk
sekolah umum. Namun mimpinya seakan sirna, musnah tak berbekas,
karena Amak tidak mengijinkan. Beliau menginginkan anaknya mewarisi
keulamaan Buya Hamka, ulama yang terkenal di tanah kelahiran Alif. Dengan
keputusan setengah hati Alif menuruti keinginan Amak. Namun Alif
ingin bersekolah di Pondok Madani yang di Jawa Timur sesuai saran yang di
tuliskan melalui surat oleh pamannya Pak Etek Gondo yang sedang berkuliah di
Kairo. Dengan keterpaksaan kedua orang tuanya memperbolehkan Alif untuk
melanjutkan sekolahnya di Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur.
Besok pagi Alif
di antar ayahnya ke Jawa dengan menaiki bus. Sebelum meninggalkan rumah, Alif
mencium tangan Amak sambil meminta doa dan minta ampun atas
kesalahannya. Selama tiga hari dalam perjalanan ke Jawa akhirnya sampai juga di
terminal Ponorogo. Di terminal tersebut mereka telah disambut oleh panitia
penerimaan siswa baru di Pondok Madani. Kemudian mereka langsung diajak menaiki
bus untuk berangkat ke Pondok Madani yang tidak jauh dari terminal tersebut.
Sampainya di pondok, Alif mengisi folmulir sebagai calon siswa. Setelah seluruh
calon siswa mengisi folmulir, mereka diajak oleh panitia untuk berkeliling di
Pondok Madani. Di hari H Alif dan calon siswa lainnya melaksanakan ujian tulis.
Hanya satu hari setelah ujian, tepat tengah malam, sepuluh papan pengumuman
hasil ujian berjejer di kantor panitia. Alif dan ayahnya merasa sangat senang
karena Alif lulus ujian tulis di Pondok Madani.
“Man Jadda
Wajada”. Pada hari pertama di Pondok Madani, ustad Salman sebagai wali kelas
Alif meneriakkan sebuah kalimat mutiara sederhana dan kuat yakni “Siapa yang
bersungguh-sungguh akan behasil”. Di kelas 1 A Alif bersahabat akrab dengan
Atang berasal dari Bandung, Raja berasal dari Medan, Dulmajid berasal dari
Madura, Said berasal dari Surabaya, dan Baso berasal dari Sulawesi. “Sahibul
Menara” sebuah sebutan penghuni Pondok Madani terhadap Alif dan kelima
sahabatnya yang selalu berkumpul di bawah menara tertinggi di Pondok Madani
saat menunggu shalat magrib berjama’ah atau hanya menghabiskan waktu
senggangnya untuk belajar bersama-sama, mendiskusikan tentang impian mereka,
mengagumi kisah-kisah islami, semuanya dilakukan di tempat yang sama yaitu
menara. Suatu ketika Sahibul Menara menunggu maghrib sambil menatap awan
berarak pulang ke ufuk. Di mata mereka awan-awan itu menjelma menjadi negara
dan benua impian masing-masing. Kemana impian membawa mereka? Mereka tidak
tahu. Yang mereka tahu adalah “Jangan pernah meremehkan impian walau setinggi
langit. Sesungguhnya Tuhan Maha Mendengar”.
Sehabis isya,
siswa-siswa berbondong-bondong memenuhi aula. Untuk menghadiri “Pekan
Perkenalan Siswa Pondok Madani. Kiai Rais selaku pemimpin Pondok Madani
memberikan sambutan dan semangat kepada siswa baru di Pondok Madani. Setelah
itu, acara tersebut ditutupnya dengan doa.
Al-Barq nama asrama dimana tempat Alif
beristirahat. Sebelum tidur Kak Is membacakan Qanun (aturan tidak tertulis yang
tidak boleh dilanggar). Bila aturan dilanggar ganjarannya tidak main-main. Bila
tidak digunduli, sekurang-kurangnya dapat jeweran berantai. Bahkan, bila
pelanggarannya berat santri bisa dipulangkan. Pagi harinya Sahibul Menara
bersama-sama belanja kebutuhan siswa baru di Pondok Madani. Saat jam
menunjukkan 16.50, mereka masih bingung memilih lemari. Lonceng waktu ke mesjid
sudah berbunyi mereka kebingungan mencari cara supaya cepat membawa lemari
mereka di asrama. Tiba-tiba datang seorang dari bagian keamanan yang
menghentikan langkah mereka. Sahibul Menara terkena hukuman jewer berantai
karena terlambat lima menit ke mesjid untuk melaksanakan shalat maghrib
berjama’ah. Setelah melakukan shalat maghrib Kak Sofyan mengumumkan siswa yang
mendapatkan wesel (kiriman dari keluarga atau orang yang dikenalnya)l dan siswa
yang harus menghadap ke mahkamah keamanan (orang yang melakukan kesalahan dan
dihukum sesuai kesalahannya). Said merupakan siswa yang beruntung mendapatkan
wesel pada hari itu. Namun, Alif dan Sahibul menara lainnya termasuk Said juga
mendapatkan panggilan untuk menghadap ke mahkamah keamanan karena kesalahan
tadi sore. Setiap Sahibul Menara mendapat hukuman
menjadi jasus (mata-mata) dan diberikannya 1 kartu jasus untuk 2
kesalahan siswa. Dalam waktu 24 jam di mulai saat itu mereka harus mencari
siswa lain yang melanggar aturan di Pondok madani serta mencatat namanya (semua
siswa di PM memakai identitas diri mereka masing-masing sesuai ketentuan).
Apabila mereka tidak mendapatkan siswa yang melanggar aturan dalam waktu 24 jam
ke depan maka akan ditambahkan 2 kartu jasus kepada mereka. Waktu
tersisa 3 jam, kartu jasus Sahibul Menara terisi semua dan mereka
terbebas dari hukuman tersebut.
Surat dari
seberang pulau, Alif menerima surat dari Randai yang menceritakan masa-masa
perkenalan di SMA bukittinggi. Kedatangan surat dari Randai itu membuat Alif
jadi bersedih dan malas bicara. Alif membayangkan keindahan masa-masa
berseragam putih abu-abu. Said dan Raja Mencoba menghibur Alif tapi tidak ada
hasilnya. Malam harinya ada tambahan kelas malam. “Malam ini kita akan
menghabiskan waktu keliling dunia” kata ustad Salman saat masuk di dalam kelas
1 A. Beliau membacakan potongan mutiara dari tokoh-tokoh ini, “BJ Habibie,
Mutiara dari Timur” , “Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan”, “Marthin Luther
King, Jr: Stride Toward Freedom”, dan “Mohammed, The Man of
Allah” yang membuat Alif cukup terhibur.
Pelajaran wajib
yang selalu ada setiap hari, enam kali dalam seminggu adalah lughah
Arabiah (bahasa Arab) yang diajarkan oleh ustad Salman. Alif dan teman
yang lain, pelajaran yang paling ditunggu adalah taarikh (sejarah
dunia) yang diajarkan oleh ustad Surur. Mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits
juga dibawakan amat menarik oleh ustad Faris. Alif sangat menyukai
pelajaran Khatul Arabi (kaligrafi Arab) yang diajarkan oleh
ustad Jamil. Pelajaran yang Alif suka tapi selalu berkeringat dingin saat menghadapinya
adalah Mahfuzhat yang diajarkan oleh ustad Badil. Tapi dari semua
pelajaran, bahasa Inggris adalah favorit Alif yang diajarkan oleh ustad Karim.
Selain kelas pagi sampai jam 6, mereka juga mengikuti tambahan kelas sore untuk
mendalami pelajaran pokok, khususnya bahasa Arab dan bahasa Inggris. Tambahan
kelas malam yang dibimbing oleh wali kelas. Sementara kamis sore tidak ada
pelajaran, tapi diisi dengan pelatihan pramuka. Tapi dari semua hari, hari yang
paling mulia bagi kami dalah hari jum’at. Sebab, hari mulia ini adalah hari
libur mingguan kami di Pondok Madani. Jum’at artinya bebas melakukan berbagai
aktivitas yang tidak menyalahi aturan. Hari jum’at juga mereka boleh keluar
dari Pondok Madani asal bisa kembali pada hari itu juga.
Hari jum’at
ini, Said mengajak Sahibul Menara ke Ponorogo. Dengan berbagai macam alasan
satu-persatu dari Sahibul Menara mendapatkan izin dari ustad Torik yang sedang
piket saat itu. Mereka menyewa sepeda ontel dari rumah penduduk. Setelah keluar
dari Pondok Madani, pertama yang mereka lakukan yaitu ingin memperbaiki gizi
dan makan sate di warung Cak Tohir, membeli berbagai kebutuhan sekolah di pasar
Ponorogo. Kedua, ingin melewati Ar-Rasyidah pesantren khusus putri yang
terkenal. Yang ketiga agak beresiko, melewati bioskop. Said ingin melihat
spanduk film yang di perankan oleh idolanya Arnold Schwarzenegger. Hujan turun
sangat lebat, membuat Sahibul Menara terlambat 5 menit dari waktu yang
ditentukan yakni jam 17.00. Karena keadaan tersebut mereka terbebas dari hukuman.
Begitu pula siasat Dulmajid yang
memengaruhi ustad Torik agar boleh izin nonton bareng pertandingan final bulu
tangkis di lingkungan Pondok Madani, padahal qanun (aturan pondok)
menegaskan santri Pondok Madani di larang menonton TV. “Ustad, lob antum itu
mirip sekali dengan Icuk dan smash atum mirip Liem Swie King. Kalau nggak
percaya, kita nonton siaran langsung besok malam.” Kata Dulmajid. Ustad Torik
langsung takhluk dan terjadilah peristiwa bersejarah itu : TV masuk Pondok
Madani.
Dalam waktu 3
bulan, siswa tahun pertama Pondok Madani masih boleh menggunakan bahasa
Indonesia maupun bahasa daerah mereka sendiri. Namun setelah itu mereka harus
menguasai bahasa resmi di Pondok Madani yakni bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Itu merupakan tantangan terbesar buat mereka. Setiap selesai shalat subuh
seorang kakak penggerak bahasa masuk ke setiap kamar dengan membawa papan tulis
kecil. Mereka diminta mengulangi bersama-sama dan satu persatu apa yang kakak
tersebut katakan. Setelah itu diberikan sebuah kalimat sempurna dengan
menggunakan kosa kata yang telah mereka ucapkan bersama-sama tadi. Lalu,
giliran mereka membuat kalimat lain dengan menggunakan kosa kata ini. Sebelum
di tutup, mereka disuruh meneriakkan kembali kosa kata tadi bersama-sama. Dan
mereka diberikan tugas untuk menyalin kosa kata tadi dan membuat 3 contoh
penggunaanya dalam kalimat. Itu semua dilakukan setiap hari, 7 kali seminggu.
Sebuah metode sederhana yang sangat kuat dan mampu melekatkan bahasa baru ke
dalam alam bawah sadar untuk tidak lepas lagi selamanya.
Sementara 2
kali seminggu, setelah shalat subuh, mereka membuat 2 barisan panjang di
lapangan dan melakukan percakapan dengan teman yang ada di depannya menggunakan
suara yang keras. Kakak para penggerak bahasa akan
mondar-mandir mendengar, mengoreksi, memberi kalimat yang baik.
Mereka diajarkan untuk berani mencoba dan tidak takut salah. Sampai pada suatu
jum’at, jam 4 subuh. Kak Is menggelitik ujung-ujung sajadah ke hidung Alif,
tapi yang keluar dari mulut Alif secara otomatis ucapan : “Maaziltu an’as
kak, ayyatu saa’atin haaza?”(masih ngantuk banget kak, jam berapa sih?). Ajaib,
dalam posisi setengah sadar Alif menggunakan kalimat lengkap berbahasa Arab.
Sejak saat itu Alif dan kawan-kawannya yang lain merasakan perubahan yang sama.
Pesan Kiai Rais “Pasang niat kuat, berusaha keras dan berdoa khusyuk, lambat
laun, apa yang kalian perjuangkan akan berhasil. Ini sanatullah-hukum
Tuhan”.
Sudah beberapa bulan Alif sengaja tidak
menghubungi Amak sebagai protes tidak boleh masuk SMA. Cerita Kiai
Rais berputar di kepalanya tentang susahnya menjadi seorang ibu. Karena Alif
tidak mau menjadi seperti Malin Kundang maka Alif memohon ampun kepada Allah
SWT. Malam itu juga, Alif menuliskan surat untuk mengabari
keadaannya di Pondok Madani kedapa Amak. Sejak itulah Alif teratur
menulis surat ke Amak. Satu sampai dua kali sebulan.
Berbagai macam
aktivitas dilakukan oleh Alif dan Sahibul Menara lainnya, Sampailah saatnya
mereka melaksanakan ujian. Bertempelan dimana-mana spanduk yang
bertuliskan “Ma’an najah” (Semoga sukses dalam ujian). Pembukaan
ujian oleh Kiai Rais seakan-akan ujian adalah sebuah hari besar keramat ketiga
setelah Idul Fitri dan Idul Adha. Dan dari kejauhan, bunyi lonceng besar
berdentang keras. Menandakan 15 hari ujian berakhir. Alhamdulillah. . . .
. . Tiga tahun kemudian, hari pertama imtihan nihai datang juga.
Warga Pondok Madani Menyebutnya “ujian di atas ujian”. Berbeda dengan ujian
selama ini, untuk ujian kelas enam kami harus berpakaian rapi layaknya seorang
penguji. Di awali dengan ujian lisan selama sepuluh hari, kemudian siswa
diberikan waktu istirahat beberapa hari untuk mempersiapkan diri untuk ujian
tulis. Selang beberapa hari kemudian, mereka masuk ke babak akhir
perjuangan thalabul ilmi mereka di Pondok Madani : ujian tulis. Malam
hari, mereka berkumpul di aula. Kebiasaan di Pondok Madani, sebuah ujian dibuka
dan ditutup dengan pertemuan yang dipimpin oleh Kiai Rais. Inilah Malam
Syukuran Ujian Akhir.
Sudah dua
minggu berlalu sejak mereka merayakan selesainya ujian. Tiba saatnya,
“Pengumuman kelulusan kita sudah ada, bisa di lihat di aula” seru Said sebagai
ketua angkatan mereka berteriak-teriak setelah subuh.Alhamdulillah, Alif
serta Sahibul Menara dan teman lainnya LULUS. Menurut pengumuman, hanya kurang
dari sepuluh orang yang tidak lulus dan mereka dapat kesempatan untuk mengulang
setahun lagi. Malamnya, diadakan yudisium dan khutbatul
wada’ (Khutbah perpisahan) yang dipimpin oleh Kiai Rais. Kemudian siswa
kelas enam berjabat tangan dengan Kiai Rais dan para guru. Selanjutnya, giliran
adik kelas mereka memberikan selamat dan jabat tangan. Esok paginya, para
alumni sudah siap dengan koper masing-masing. Beberapa bus dengan tujuan
masing-masing sudah menunggu di depan aula. Ditengah kabut yang tipis, mereka
sekali lagi bersalaman dan berangkulan dan berjanji akan saling berkirim surat.
Entah kapan Alif akan melihat Sahibul Menara lainnya sebagai kawan-kawan
terbaiknya lagi.
Setelah 15
tahun masa-masa sulit di Pondok Madani berlalu. Alif (Washington DC), Atang
(Kairo), dan Raja (London) dipertemukan kembali di London setelan 11 tahun
dipisahkan. Keberadaan Sahibul Menara yang lain yakni : Said meneruskan bisnis
batik keluarga Jufri d Pasar Ampel, Surabaya. Sesuai cita-cita mereka dulu,
Said dan Dulmajid mendirikan sebuah pondok dengan Semangat PM di Surabaya. Baso
yang brilian ini kuliah di Mekkah dengan modal hapal luar kepala segenap isi
Al-Qur’an, dia mendapat beasiswa penuh dari pemerintah Arab Saudi. Sedangkan,
Atang telah delapan tahun menuntut ilmu di Kairo dan sekarang menjadi mahasiswa
program doktoral untuk ilmu hadits di Universitas Al-Azhar. Sementara Raja
telah 1 tahun tinggal di London, setelah menyelesaikan hukum Islam dengan
gelar License di Madinah. Dia akan berada di London selama 2 tahun
memenuhi undangan komunitas Muslim Indonesia di kota ini untuk
menjadi pembina agama. Alif sebagai wartawan di Independence Avenue.
Dulu mereka
melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Mereka
tidak takut bermimpi, walau sejujurnya juga mereka tidak tahu bagaimana
merealisasikannya. Tapi lihatlah hari ini. Setelah mereka mengerahkan segala
ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukkan
masing-masing. Mereka berenam teral berada di lima negara yang berbeda. Di lima
menara impian mereka. Jangan pernah meremehkan impian, walau setinggi apapun.
Tuhan sungguh Maha Mendengar. Man Jadda wajada, siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil.
B. Analisis Aspek :
a. Iman :
Sangat banyak
nilai keimanan yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara, diantaranya kita
sebagai manusia sama di sisi ALLAH. Novel ini menceritakan kehidupan di Pondok
Pesantren. Sehingga banyak nilai keimanan. Dalam novel ini. Mereka memiliki
keyakinan akan impian – impian mereka. yakni “jangan pernah
meremehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha
Mendengar. Man Jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.”
b. Ihsan :
Dalam Novel ini banyak sekali kandungan keislamannya, Karena menceritakan
kehidupan di dalam pesantren. Mereka melaksanakan sholat langsung setelah
mendengar adzan. Menghafal dan berlatih menggunakan bahasa arab sebagai bahasa
sehari – hari mereka di dalam pesantren. Selain itu ada salah satu Sahibul
Menara yang hafal Al-qur’an
c. Muamalah : Muamalah dalam novel ini di ceritakan tentang Sahibul
Menara yang sering beranggan tentang impian mereka di bawah menara menunggu
maghrib sambil menatap awan berarak pulang ke ufuk. Di mata mereka awan-awan
itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian
membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah “Jangan pernah
meremehkan impian walau setinggi langit. Sesungguhnya Tuhan Maha Mendengar”.
Man Jadda Wajada. Setelah 15 tahun masa-masa sulit di Pondok Madani berlalu.
Alif (Washington DC), Atang (Kairo), dan Raja (London) dipertemukan kembali di
London setelan 11 tahun dipisahkan. Keberadaan Sahibul Menara yang lain yakni :
Said meneruskan bisnis batik keluarga Jufri d Pasar Ampel, Surabaya. Sesuai
cita-cita mereka dulu, Said dan Dulmajid mendirikan sebuah pondok dengan
Semangat PM di Surabaya. Baso yang brilian ini kuliah di Mekkah dengan modal
hapal luar kepala segenap isi Al-Qur’an, dia mendapat beasiswa penuh dari
pemerintah Arab Saudi. Sedangkan, Atang telah delapan tahun menuntut ilmu di
Kairo dan sekarang menjadi mahasiswa program doktoral untuk ilmu hadits di
Universitas Al-Azhar. Sementara Raja telah 1 tahun tinggal di London, setelah
menyelesaikan hukum Islam dengan gelar License di Madinah. Dia akan
berada di London selama 2 tahun memenuhi undangan komunitas Muslim
Indonesia di kota ini untuk menjadi pembina agama. Alif sebagai wartawan di
Independence Avenue.
Dulu mereka melukis langit dan
membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Mereka tidak takut bermimpi,
walau sejujurnya juga mereka tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi
lihatlah hari ini. Setelah mereka mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan
dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukkan masing-masing. Mereka
berenam teral berada di lima negara yang berbeda. Di lima menara impian mereka.
Jangan pernah meremehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha
Mendengar. Man Jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.
0 komentar:
Posting Komentar