METODE KRITIS DALAM PEMIKIRAN ROMAN JAKOBSON
Oleh
Diky Adriartoko, Nafissa Haque, Yetik Afriana
Menurut
pendapat Roland Barthes, bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu
masyarakat dalam waktu tertentu. Dalam pemikirannya, Barthes lebih mengarah
pada tanda, petanda, dan penanda. Lain halnya dengan Roman Jakobson yang
menyatakan bahwa bahasa bersifat membedakan. Pembedaan tersebut berlangsung
melalui dua sumbu, yaitu : sintagmatis dan paradigmatis. Pemikiran Jakobson terpusat
pada dua aspek dasar struktur bahasa yang diwakili oleh gambaran metafor
retoris (kesamaan) dan metonimia (kesinambungan). Pemikirannya juga mengarah
pada fungsi dalam bahasa.
Melalui hasil pemikiran Barthes, Jakobson justru
menyatakan perbedaan pandangan. Bila menurut Barthes bahasa sebagai sistem
tanda, Jakobson justru berpendapat bahwasanya bahasa sebagai pembeda. Analisa
Jakobson mengenai bahasa sebagai pembeda dengan menerapkan beberapa langkah,
diantaranya : (1) mencari distinctive features (ciri pembeda) yang membedakan
tanda-tanda kebahasaan satu dengan yang lain, (2) memberikan ciri menurut
features tersebut pada masing-masing istilah sehingga tanda-tanda tersebut
cukup berbeda satu dengan yang lainnya, (3) merumuskan dalil-dalil sintagmatis
mengenai istilah-istilah kebahasaan dengan ciri pembeda yang dapat berkombinasi
dengan tanda-tanda kebahasaan tertentu lainnya dan (4) menentukan
perbedaan-perbedaan antar tanda yang penting secara paradigmatik, yakni
perbedaan-perbedaan antar tanda yang dapat saling mengantikan. Berbeda dengan
Barthes yang mengemukakan bahwa sastra merupakan contoh paling jelas sistem
pemaknaan tataran ke dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang
pertama. Sistem ke dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam
Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan
tataran pertama. Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Akan tetapi,
pada saat bersamaan ,tanda denotatif adalah juga penanda konotatif.
Jakobson berkeyakinan bahwa fungsi utama dari suara
dalam bahasa adalah untuk memungkinkan manusia membedakan unit-unit semantis,
unit-unit yang bermakna, dan ini dilakukan dengan mengetahui ciri-ciri pembeda
dari suatu suara yang memisahkannya dengan ciri-ciri suara yang lain. Misalnya
saja /C/ pada kata “pancang” dan /J/ dalam kata “panjang”. Ciri pembeda dari
contoh tersebut adalah suara (voice). Fonem /c/ tidak bersuara sedangkan fonem
/j/ bersuara. Dan Jakobson juga menerangkan adanya fungsi bahasa yang berbeda,
merupakan faktor-faktor pembentuk dalam setiap jenis komunikasi verbal, yaitu
Adresser (pengirim), Context (konteks), Code (Kode), dan Contact (kontak). Sedangkan
ideologi dari Barthes, mewujudkan dirinya melalui berbagai ide yang merembes
masuk ke dalam teks, dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti ; tokoh,
latar, sudut pandang, dan lain-lain.
Dari beberapa tahapan tersebut, pada akhirnya Jakobson menghasilkan
perumusan yang berbeda dari Barthes. Menurut Jakobson bahasa bersifat
membedakan yang berlangsung melalui dua sumbu yaitu sintagmatis dan
paradigmatis.
0 komentar:
Posting Komentar