Jumat, 05 Juli 2013

METODE KRITIS DALAM PEMIKIRAN ROMAN JAKOBSON

METODE KRITIS DALAM PEMIKIRAN ROMAN JAKOBSON
Oleh
Diky Adriartoko, Nafissa Haque, Yetik Afriana

      Menurut pendapat Roland Barthes, bahasa adalah sebuah sistem tanda  yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat dalam waktu tertentu. Dalam pemikirannya, Barthes lebih mengarah pada tanda, petanda, dan penanda. Lain halnya dengan Roman Jakobson yang menyatakan bahwa bahasa bersifat membedakan. Pembedaan tersebut berlangsung melalui dua sumbu, yaitu : sintagmatis dan paradigmatis. Pemikiran Jakobson terpusat pada dua aspek dasar struktur bahasa yang diwakili oleh gambaran metafor retoris (kesamaan) dan metonimia (kesinambungan). Pemikirannya juga mengarah pada fungsi dalam bahasa.
Melalui hasil pemikiran Barthes, Jakobson justru menyatakan perbedaan pandangan. Bila menurut Barthes bahasa sebagai sistem tanda, Jakobson justru berpendapat bahwasanya bahasa sebagai pembeda. Analisa Jakobson mengenai bahasa sebagai pembeda dengan menerapkan beberapa langkah, diantaranya : (1) mencari distinctive features (ciri pembeda) yang membedakan tanda-tanda kebahasaan satu dengan yang lain, (2) memberikan ciri menurut features tersebut pada masing-masing istilah sehingga tanda-tanda tersebut cukup berbeda satu dengan yang lainnya, (3) merumuskan dalil-dalil sintagmatis mengenai istilah-istilah kebahasaan dengan ciri pembeda yang dapat berkombinasi dengan tanda-tanda kebahasaan tertentu lainnya dan (4) menentukan perbedaan-perbedaan antar tanda yang penting secara paradigmatik, yakni perbedaan-perbedaan antar tanda yang dapat saling mengantikan. Berbeda dengan Barthes yang mengemukakan bahwa sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem ke dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat bersamaan ,tanda denotatif adalah juga penanda konotatif.
Jakobson berkeyakinan bahwa fungsi utama dari suara dalam bahasa adalah untuk memungkinkan manusia membedakan unit-unit semantis, unit-unit yang bermakna, dan ini dilakukan dengan mengetahui ciri-ciri pembeda dari suatu suara yang memisahkannya dengan ciri-ciri suara yang lain. Misalnya saja /C/ pada kata “pancang” dan /J/ dalam kata “panjang”. Ciri pembeda dari contoh tersebut adalah suara (voice). Fonem /c/ tidak bersuara sedangkan fonem /j/ bersuara. Dan Jakobson juga menerangkan adanya fungsi bahasa yang berbeda, merupakan faktor-faktor pembentuk dalam setiap jenis komunikasi verbal, yaitu Adresser (pengirim), Context (konteks), Code (Kode), dan Contact (kontak). Sedangkan ideologi dari Barthes, mewujudkan dirinya melalui berbagai ide yang merembes masuk ke dalam teks, dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti ; tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain.
Dari beberapa tahapan tersebut, pada akhirnya Jakobson menghasilkan perumusan yang berbeda dari Barthes. Menurut Jakobson bahasa bersifat membedakan yang berlangsung melalui dua sumbu yaitu sintagmatis dan paradigmatis.

   

0 komentar:

Posting Komentar

 
;